Kenapa orang-orang bisa baca buku ya, apa gue yang males ya?

Khoirul Adi Nur Alfisyahri
4 min readJul 14, 2020

--

Christin Hume — unsplash.com

Beep! notifikasi dari twitter muncul, lalu beep notifikasi dari channel berita muncul!

Hidup di masa ini penuh dengan informasi yang tidak kita cari, banyak konten yang kita baca akhirnya tidak berdampak apapun dalam menambah nilai di hidup kita.

Di samping itu, kita sering sekali berniat untuk memahami dan mempelajari banyak hal, kita ingin mengembangkan diri kita menjadi versi diri yang lebih baik lagi. Kita akhirnya meyakinkan diri sendiri untuk banyak membaca dan memahami hal baru. Berharap bisa mendapatkan value hidup yang lebih dari kita membaca dan mempelajari hal baru.

Mulai mencoba baca buku sebentar langsung teralih oleh notifikasi Whatsapp atau merasa cepat bosan. Nah, inilah masalah yang sering kita hadapi dikarenakan “rentang perhatian” kita dalam suatu hal itu sangat pendek. Kita terbiasa untuk mencerna sesuatu yang banyak dalam waktu yang singkat seperti yang kita lakukan di media sosial seperti twitter atau instagram hanya dengan scroll kita bisa mendapat informasi begitu banyak tanpa usaha memahami yang banyak. Kelemahannya adalah kita tidak terbiasa memahami secara menyeluruh dalam suatu informasi.

ada beberapa skenario untuk menghadapi situasi ini menurut saya:

Apakah Anda benar-benar tergerak membaca karena rasa ingin tahu?

Curiosity-driven learning

Pengalaman dari diri sendiri, saya pernah memaksa diri membaca beberapa buku yang banyak dibaca teman saya dan akhirnya tidak selesai karena saya membacanya bukan karena rasa ingin tahu tapi justru karena saya hanya ingin ikut membaca. Itu adalah sebuah “peer pressure”

Cukup lama untuk menyadari bahwa sebetulnya saya begitu malas membaca buku ini karena niat sesungguhnya saya bukanlah untuk ingin tahu melainkan karena teman saya banyak membaca buku tersebut. Saya menjalani setiap momen membacanya dengan berat dan berharap setiap kalimat selanjutnya ada yang mengena di saya, nyatanya saya memang tidak tertarik di buku itu, sedangkan beberapa teman mengidolakan buku itu.

Menyadari niat diri sendiri bukan hal yang mudah meskipun itu kita sendiri yang melakukannya. Menurut saya ada baiknya menentukan ketertarikanmu dan mulai cari bukunya, dan bukan sebaliknya. Hal ini akan membuat kita membaca menurut apa yang ingin kita tahu, bukan karena bukunya.

Sebenarnya Anda tidak malas, tapi…

Reading misconception

Sebuah podcast dari Joe Rogan dalam interviewnya dengan Naval Ravikant menyinggung tentang membaca buku. Di sana disebutkan bahwa Naval sering tidak menyelesaikan buku secara total dan beliau hanya membaca apa yang menarik menurut dia.

Beliau mengatakan bahwa kita tidak perlu merasa bersalah ketika kita sering melompati halaman dalam membaca buku. Karena justru rasa bersalah itulah yang membuat kita berhenti membaca.

bayangkan anda sedang membaca pada topik yang anda suka lalu dalam 40 halaman pertama buku tersebut merupakan hal-hal yang sudah anda ketahui atau halaman perkenalan yang tidak akan menarik atau menambah value anda. Maka anda sebaiknya melompati bagian itu dan meneruskan ke bagian yang memberi anda ide baru atau ketertarikan yang anda cari.

“saya mending baca buku yang bagus berkali kali hingga saya paham betul daripada saya harus membaca semua buku yang ada” — Naval Ravikant dalam pembahasaan yang tidak sesungguhnya

Beliau juga menambahkan “sebagian besar dari sebuah buku adalah sampah, ambil yang bukan sampahnya saja”

Miskonsepsi bahwa anda harus mebaca buku secara urut dari awal hingga akhir sering kali membuat kita terhenti di halaman dimana ketertarikan kita rendah dan keinginan membaca sudah tiada, dan kita sering kali menyebut diri sendiri malas membaca.

Pengalaman pribadi, saya sering melabeli diri sedang tertarik pada suatu hal, seperti saat semester awal saya kuliah saya sangat tertarik pada astrofisika. Saya akan membaca buku tersebut hingga melakukan riset dan merefleksikannya dalam pengetahuan saya yang lain. Bahkan dengan ketertarikan saya saat itu saya tidak menyelesaikan seluruh halaman buku yang saya beli, namun intinya adalah pemahaman dan nilai pada pengetahuan itu yang hendaknya teraplikasi pada hidup kita.

Jadi, sepertinya anda tidak malas namun hanya belum mencoba cara lain dalam membaca atau mempercayai miskonsepsi di atas.

Gelas setelah diisi air bukankah baiknya diminum?

Manfaat menulis

Ketika malas datang sering kali saya tidak dalam keadaan penasaran terhadap suatu topik atau sedang merasa cukup dengan apa yang kita tahu sejauh ini

Keadaan itu sebetulnya bisa dibalik menjadi keadaan yang penuh rasa penasaran dan ingin tahu dengan cara menuangkan apa yang sedang membuat kita merasa cukup akan pengetahuan kita.

Dari sana kita akan ditantang kertas kosong untuk mengungkapkan dan membuktikan pengetahuan kita yang akhirnya akan membuat kita menyadari bahwa “wah sebenarnya aku tidak tahu tentang ini itu ya” yang akhirnya keadaannya akan berubah menjadi penuh berfikir tentang apa yang kita rasa kita tahu yang akan menjadikan kita penasaran akan hal-hal baru lainnya. Dengan itu penasaran kita akan membuat kita terjun ke buku, atau apapun untuk memenuhi rasa penasaran kita. Di sisi lain, meskipun tulisan itu tidak perlu dipublikasikan (atau bahkan diselesaikan) karena tugasnya memang untuk meningkatkan rasa penasaran kita.

--

--

Khoirul Adi Nur Alfisyahri
Khoirul Adi Nur Alfisyahri

Written by Khoirul Adi Nur Alfisyahri

Medical Doctor interested in Community Development, Public Health, Self-Development, and Cooking.

No responses yet